Mapag Toya Peringatan Ulang Tahun Keenam Gerakan Irigasi Bersih

[:id]Pada tahun 2019 Gerakan Irigasi Bersih (GIB) Merti Tirta Amartani memperingati ulang tahun keenam dan diperingati di Desa Sriharjo, desa yang menjadi tempat pencanangannya. GIB diprakarsai oleh Prof. Sigit Supadmo, dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem (DTPB) bersama dengan beberapa alumni Fakultas Teknologi Pertanian (FTP), sebagai respon atas keresahan petani yang mengeluhkan banyaknya sampah yang masuk ke saluran irigasi.

Sepanjang enam tahun DTPB mendampingi 40 GP3A di seluruh Bantul membentuk kemampuan dan partisipasi untuk menguatkan pemeliharaan di jaringan irigasi masing-masing. GIB juga berusaha menggugah masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan terutama ke sungai dan saluran.

Prof. Sigit Supadmo mendampingi ketua GIB bersama pejabat Kabupaten Bantul dalam acara mapag toya

 

Peringatan ulang tahun GIB ditandai dengan budaya mapag toya pada hari Sabtu 27 April 2019. Acara mapag toya diawali dengan pemberangkatan bregada untuk kirab oleh Lurah Desa Sriharjo, Titik Istiyawatun Khasanah, SIP. Peserta kirab terdiri dari bregada (pasukan) Desa Sriharjo, perangkat desa, dua buah gunungan, kelompok tani, kelompok wanita tani, dan para hadirin. Kirab diakhiri di salah satu bangunan bagi tersier di Daerah Irigasi Tegal Kiri.
Acara utama mapag toya adalah doa agar diberikan kelancaran air irigasi sehingga petani memperoleh hasil pertanian yang baik. Mapag toya kali ini ditandai dengan penuangan air dari kendi yang berasal dari tujuh masjid di Desa Sriharjo yang melambangkan pembersihan fisik maupun mental. Penuangan air kendi dilaksanakan oleh Ir. Bambang Pin Erwanta, MM, Sekretaris Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul.

Iring-iringan bregada dalam prosesi mapag toya

 

Selanjutnya Drs. Sunardi sebagai ketua GIB Merti Tirta Amartani menjelaskan bahwa budaya mapag toya dilaksanakan menjelang musim tanam. Pada saat itu petani bersama-sama ke sumber air dan memanjatkan doa agar diberikan kelancaran air sehingga tanaman tumbuh subur dan panen melimpah. Sepanjang perjalanan dari sumber air kembali ke rumah, petani melewati saluran sambal membersihkan saluran.
Pada kesempatan ini, Prof. Sigit Supadmo menyatakan bahwa mapag toya adalah upaya pembersihan baik secara fisik pembersihan saluran irigasi maupun pembersihan hati. Menurut Prof. Sigit Supadmo, GIB yang dikembangkan dari Bantul Yogyakarta telah diikuti oleh daerah lain di Indonesia. Saat ini GIB telah berkembang menjadi upaya untuk meningkatkan perhatian pada pertanian. Selanjutnya GIB akan berupaya agar pertanian menjadi usaha yang menguntungkan secara ekonomi sehingga lebih menarik generasi muda untuk terjun ke pertanian.

Kontributor: Murtiningrum[:en]Pada tahun 2019 Gerakan Irigasi Bersih (GIB) Merti Tirta Amartani memperingati ulang tahun keenam dan diperingati di Desa Sriharjo, desa yang menjadi tempat pencanangannya. GIB diprakarsai oleh Prof. Sigit Supadmo, dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem (DTPB) bersama dengan beberapa alumni Fakultas Teknologi Pertanian (FTP), sebagai respon atas keresahan petani yang mengeluhkan banyaknya sampah yang masuk ke saluran irigasi.
Sepanjang enam tahun DTPB mendampingi 40 GP3A di seluruh Bantul membentuk kemampuan dan partisipasi untuk menguatkan pemeliharaan di jaringan irigasi masing-masing. GIB juga berusaha menggugah masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan terutama ke sungai dan saluran.

Prof. Sigit Supadmo mendampingi ketua GIB bersama pejabat Kabupaten Bantul dalam acara mapag toya

 

Peringatan ulang tahun GIB ditandai dengan budaya mapag toya pada hari Sabtu 27 April 2019. Acara mapag toya diawali dengan pemberangkatan bregada untuk kirab oleh Lurah Desa Sriharjo, Titik Istiyawatun Khasanah, SIP. Peserta kirab terdiri dari bregada (pasukan) Desa Sriharjo, perangkat desa, dua buah gunungan, kelompok tani, kelompok wanita tani, dan para hadirin. Kirab diakhiri di salah satu bangunan bagi tersier di Daerah Irigasi Tegal Kiri.
Acara utama mapag toya adalah doa agar diberikan kelancaran air irigasi sehingga petani memperoleh hasil pertanian yang baik. Mapag toya kali ini ditandai dengan penuangan air dari kendi yang berasal dari tujuh masjid di Desa Sriharjo yang melambangkan pembersihan fisik maupun mental. Penuangan air kendi dilaksanakan oleh Ir. Bambang Pin Erwanta, MM, Sekretaris Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul.

Iring-iringan bregada dalam prosesi mapag toya

 

Selanjutnya Drs. Sunardi sebagai ketua GIB Merti Tirta Amartani menjelaskan bahwa budaya mapag toya dilaksanakan menjelang musim tanam. Pada saat itu petani bersama-sama ke sumber air dan memanjatkan doa agar diberikan kelancaran air sehingga tanaman tumbuh subur dan panen melimpah. Sepanjang perjalanan dari sumber air kembali ke rumah, petani melewati saluran sambal membersihkan saluran.
Pada kesempatan ini, Prof. Sigit Supadmo menyatakan bahwa mapag toya adalah upaya pembersihan baik secara fisik pembersihan saluran irigasi maupun pembersihan hati. Menurut Prof. Sigit Supadmo, GIB yang dikembangkan dari Bantul Yogyakarta telah diikuti oleh daerah lain di Indonesia. Saat ini GIB telah berkembang menjadi upaya untuk meningkatkan perhatian pada pertanian. Selanjutnya GIB akan berupaya agar pertanian menjadi usaha yang menguntungkan secara ekonomi sehingga lebih menarik generasi muda untuk terjun ke pertanian.

Kontributor: Murtiningrum[:]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.