Yogyakarta, 22 Oktober 2025 — Semakin meningkatnya populasi dunia memberikan tantangan besar bagi sektor pertanian untuk terus meningkatkan produktivitas demi memenuhi kebutuhan pangan yang kian bertambah. Namun, praktik pertanian dan pengolahan tanah yang berlebihan dapat menimbulkan degradasi lahan serta menurunkan kualitas tanah untuk masa tanam berikutnya.
Menanggapi isu tersebut, Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem (DTPB), Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (FTP UGM), membekali mahasiswa dengan wawasan terkait permasalahan tersebut melalui kuliah tamu daring yang menghadirkan Dr. Orracha Sae-Tun dari Faculty of Forestry, Kasetsart University, Thailand, sebagai narasumber. Kegiatan ini diperuntukkan bagi mahasiswa Program Studi Sarjana Teknik Pertanian yang sedang menempuh mata kuliah Dasar-Dasar Fisika Tanah. Kuliah tamu berlangsung interaktif dengan Dr. Ngadisih sebagai moderator serta dihadiri oleh dosen pengampu, Dr. Rizki Maftukhah dan Dr. Muhamad Khoiru Zaki.
Peran Tanah dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Dalam kuliahnya yang berjudul “Tillage Practices and Their Impacts on Soil Carbon Dynamics”, Dr. Orracha menyoroti keterkaitan erat antara pengelolaan tanah pertanian dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Ia menjelaskan bahwa tanah pertanian berperan langsung dalam mendukung sedikitnya lima tujuan SDGs, yakni SDG 2 (Zero Hunger), SDG 3 (Good health and well-being), SDG 6 (Clean Water and Sanitation), SDG 13 (Climate Action), SDG 15 (Life on Land), dan SDG 12 (Responsible Consumption and Production).
Menurut Dr. Orracha, “Tanah berperan penting dalam penyediaan pangan, penyaringan air, mitigasi perubahan iklim, dan menjaga keberlanjutan ekosistem darat. Semakin tinggi kandungan karbon organik di dalam tanah, semakin sehat kondisi tanah tersebut.”
Dari Olah Tanah Konvensional Menuju Konservasi
Dr. Orracha menjelaskan bahwa praktik olah tanah (tillage) merupakan salah satu kegiatan penting dalam pengelolaan lahan pertanian. Secara tradisional, olah tanah dilakukan untuk mempersiapkan lahan tanam dan mengoptimalkan pertumbuhan tanaman melalui perbaikan struktur tanah serta pengelolaan residu tanaman. Namun, praktik yang terlalu intensif dapat menyebabkan erosi tanah, kehilangan unsur hara, dan peningkatan emisi gas rumah kaca.
Untuk mengatasi dampak negatif tersebut, para ilmuwan mengembangkan pendekatan olah tanah konservasi (conservation tillage) yang terbukti mampu mengurangi kehilangan tanah dan air serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan karbon.

Hasil Penelitian Jangka Panjang di Austria
Dalam paparannya, Dr. Orracha turut membagikan hasil penelitian jangka panjang yang dilakukan di Austria sejak tahun 2006. Penelitian tersebut membandingkan empat sistem olah tanah yaitu konvensional, reduced tillage, minimum tillage, dan no tillage dan hubungannya terhadap dinamika karbon tanah.
“Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin rendah intensitas olah tanah, maka cadangan karbon tanah cenderung meningkat. Namun, hasil paling optimal ditemukan pada sistem reduced dan minimum tillage, bukan pada no tillage,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pada sistem tanpa olah tanah sama sekali, sisa tanaman hanya menumpuk di permukaan tanah, sehingga mikroorganisme di dalam tanah kesulitan memperoleh sumber makanan. Oleh karena itu, tingkat olah tanah yang moderat justru membantu menjaga aktivitas biologi tanah dan ketersediaan karbon organik.
Menjaga Kesehatan Tanah untuk Pertanian Berkelanjutan
Sebagai penutup, Dr. Orracha menegaskan bahwa karbon tanah terdiri dari dua bentuk utama, yaitu karbon organik dan anorganik, di mana karbon organik memiliki peran lebih besar dalam menjaga kesehatan dan produktivitas tanah. Penerapan olah tanah konservasi dapat menjadi solusi strategis untuk meningkatkan kandungan karbon organik, sekaligus mendukung upaya mitigasi perubahan iklim.
“Kita perlu mempertimbangkan interaksi antara sifat kimia, fisika, dan biologi tanah karena semuanya saling berkaitan dalam menentukan dinamika karbon,” tutupnya.
Kegiatan kuliah tamu ini menjadi sarana penting bagi mahasiswa untuk memahami hubungan antara praktik pengelolaan tanah dan keberlanjutan lingkungan, sejalan dengan komitmen FTP UGM dalam mendukung SDG 2, SDG 6, SDG 13, dan SDG 15 melalui pendidikan, penelitian, dan inovasi di bidang teknologi biosistem dan lingkungan pertanian.