Guru Besar Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem (DTPB) FTP UGM, Prof. Dr. Sigit Supadmo Arif meluncurkan buku yang berjudul “Pengelolaan Sumberdaya Air Berkualitas – Kearifan Masyarakat Yogyakarta. Peluncuran buku ini dilaksanakan dalam acara dialog budaya 15 November 2019 pada acara dialog budaya di Puro Pakualaman. Dialog budaya sendiri merupakan rangkaian acara Setu Kliwon yang biasa diperingati sebagai bagian dari wiyosan dalem (hari kelahiran) Sri Paduka Pakualam.
Guru Besar Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem (DTPB) FTP UGM, Prof. Dr. Sigit Supadmo Arif meluncurkan buku yang berjudul “Pengelolaan Sumberdaya Air Berkualitas – Kearifan Masyarakat Yogyakarta. Peluncuran buku ini dilaksanakan dalam acara dialog budaya 15 November 2019 pada acara dialog budaya di Puro Pakualaman. Dialog budaya sendiri merupakan rangkaian acara Setu Kliwon yang biasa diperingati sebagai bagian dari wiyosan dalem (hari kelahiran) Sri Paduka Pakualam.
Acara dialog budaya dibuka oleh KPH Kusumo Parastha, pengageng Puro Pakualaman sebagai panitia acara Dialog Budaya. Dalam sambutan pembukaan, KPH Kusumo Parastha menyatakan bahwa acara dialog budaya diselenggarakan secara rutin tiap selapan (35 hari) dalam mengemban keistimewaan Yogyakarta. Dalam hal pengelolaan sumberdaya alam, Yogyakarta memiliki konsep “Memayu hayuning bawono” yang menggambarkan hubungan yang harmonis antara kemanusiaan manusia dengan kesejahteraan bumi.
Dalam paparannya, Prof. Sigit menyatakan bahwa hubungan yang harmonis antara manusia dan alam merupakan budaya Yogyakarta yang berlangsung lama dan ditunjukan oleh raja Yogyakarta. Pembangunan Selokan Mataram pada jaman Jepang merupakan bentuk bentuk kecintaan Sri Sultan Hamengku Buwana IX pada rakyat Yogyakarta agar tidak menjadi romusha di Birma. Hingga kini Selokan Mataram menjadi suplesi bagi sungai-sungai antara Sungai Progo dan Opak. Sri Paduka Pakualam VI telah membangun Kali Serang di Kulonprogo sebagai kali nyasar untuk rakyat Kulonprogo. Hingga kini Kali Serang merupakan bagian penting dari Sistem Irigasi Kalibawang yang merupakan sumber air irigasi utama di Kulonprogo. Prof. Sigit juga menyatakan bahwa sumbu Gunung Merapi – Laut Selatan mengikuti siklus hidrologi. Ironinya sungai-sungai di DIY merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Hadir pula dalam dialog budaya tersebut, Romo Vincentius Kirdjito yang telah mengembangkan penggunaan air hujan sebagai sumber air domestik. Acara dialog budaya diakhiri dengan tanya jawab dan diskusi.
Kontributor: Murtiningrum
Acara dialog budaya dibuka oleh KPH Kusumo Parastha, pengageng Puro Pakualaman sebagai panitia acara Dialog Budaya. Dalam sambutan pembukaan, KPH Kusumo Parastha menyatakan bahwa acara dialog budaya diselenggarakan secara rutin tiap selapan (35 hari) dalam mengemban keistimewaan Yogyakarta. Dalam hal pengelolaan sumberdaya alam, Yogyakarta memiliki konsep “Memayu hayuning bawono” yang menggambarkan hubungan yang harmonis antara kemanusiaan manusia dengan kesejahteraan bumi.
Dalam paparannya, Prof. Sigit menyatakan bahwa hubungan yang harmonis antara manusia dan alam merupakan budaya Yogyakarta yang berlangsung lama dan ditunjukan oleh raja Yogyakarta. Pembangunan Selokan Mataram pada jaman Jepang merupakan bentuk bentuk kecintaan Sri Sultan Hamengku Buwana IX pada rakyat Yogyakarta agar tidak menjadi romusha di Birma. Hingga kini Selokan Mataram menjadi suplesi bagi sungai-sungai antara Sungai Progo dan Opak. Sri Paduka Pakualam VI telah membangun Kali Serang di Kulonprogo sebagai kali nyasar untuk rakyat Kulonprogo. Hingga kini Kali Serang merupakan bagian penting dari Sistem Irigasi Kalibawang yang merupakan sumber air irigasi utama di Kulonprogo. Prof. Sigit juga menyatakan bahwa sumbu Gunung Merapi – Laut Selatan mengikuti siklus hidrologi. Ironinya sungai-sungai di DIY merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Hadir pula dalam dialog budaya tersebut, Romo Vincentius Kirdjito yang telah mengembangkan penggunaan air hujan sebagai sumber air domestik. Acara dialog budaya diakhiri dengan tanya jawab dan diskusi.
Kontributor: Murtiningrum