Dr. Arifin Dwi Saputro Paparkan Strategi Hilirisasi Kakao pada Talkshow “Tani On Stage” Kementan

Yogyakarta, 18 Oktober 2025 — Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan hasil pertanian Indonesia yang menempati peringkat ke-6 sebagai negara pengekspor kakao terbesar di dunia, berdasarkan data dari International Cocoa Organization (ICCO). Meskipun demikian, diversifikasi produk olahan kakao di Indonesia masih terbatas. Para pelaku UMKM bean to bar juga menghadapi tantangan dalam memproduksi kakao dengan standar kualitas global, sementara petani kakao sering kali memperoleh keuntungan yang belum sepadan dengan usaha mereka.

Menanggapi kondisi komoditas kakao saat ini, Kementerian Pertanian melalui Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian menyelenggarakan talkshow interaktif “Tani On Stage” bertajuk “Inovasi Hilirisasi Kakao: Dari Biji Kakao ke Cokelat Bernilai Tambah” yang diselenggarakan di Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakara-Magelang. Acara ini menghadirkan narasumber dari kalangan pemerintah, akademisi, dan wirausahawan, yaitu Dr. Arifin Dwi Saputro, S.T.P., M.Sc. (Dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian UGM), Bapak Kuntoro Boga Andri, Ph.D. (Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian), serta Bapak Ahmad Nasrodin (Pendiri Omah Kakao Doga).

Menguji Pemahaman Peserta tentang Kakao, Kokoa, dan Cokelat

Dalam paparannya, Dr. Arifin membuka sesi dengan melemparkan pertanyaan pemantik kepada peserta, “Apa perbedaan antara kakao, kokoa, dan cokelat?” Pertanyaan tersebut bertujuan untuk menguji pemahaman peserta terhadap komoditas kakao serta produk turunannya. Beberapa mahasiswa mampu memberikan jawaban dengan tepat, menandakan bahwa peserta telah memahami perbedaan mendasar di antara ketiganya. Kakao merujuk pada tanaman dan bijinya yang masih mentah atau belum diolah. Selanjutnya Kokoa adalah hasil olahan dari biji kakao yang telah dikeringkan, disangrai, dan digiling. Terakhir Cokelat adalah produk jadi yang dihasilkan dari campuran bahan-bahan olahan kakao

Tantangan Rantai Pasok Kakao Indonesia

Menanggapi pertanyaan pertama dari pembawa acara mengenai “Tantangan kakao Indonesia dalam rantai pasok nasional,” Dr. Arifin menjelaskan bahwa posisi Indonesia yang dahulu berada di peringkat ketiga kini turun ke posisi keenam. Beliau menyoroti peningkatan harga produk turunan kakao yang cukup signifikan, namun juga adanya hambatan berupa budaya konsumsi masyarakat Indonesia yang belum terbiasa mengonsumsi kakao di mana hanya mencapai 0,5kg/kapita/tahun, jumlah ini kecil dibandingkan dengan negara-negara di eropa yang dapat mencapai 12kg/kapita/tahun.

Teknologi Pengolahan Kakao dari UGM untuk UMKM

Pada pertanyaan kedua tentang “Teknologi yang dikembangkan UGM dalam pengolahan kakao dan potensi penerapannya bagi UMKM,” Dr. Arifin menjelaskan bahwa Fakultas Teknologi Pertanian UGM telah mengembangkan berbagai aplikasi teknologi untuk menghasilkan cokelat dengan standar kualitas global, baik dari aspek proses maupun produk.
Dari sisi proses, FTP UGM telah mengembangkan alat pengolah cokelat berskala UMKM yang disesuaikan dengan kondisi ekonomi pelaku usaha kecil serta mudah dioperasikan. Sementara dari sisi produk, UGM tengah mengembangkan cokelat premium yang tahan panas melalui formulasi yang telah diuji coba di laboratorium.

Kolaborasi Pemerintah, Akademisi, dan Industri

Ketika ditanya mengenai “Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri dalam meningkatkan kualitas cokelat Indonesia,” Dr. Arifin menegaskan bahwa upaya tersebut tidak bisa dilakukan secara terpisah. Pemerintah perlu menggandeng lembaga akademik dan industri untuk merumuskan kebijakan yang mengatur dan mendorong hilirisasi serta diversifikasi produk kakao. Ketiga pemangku kepentingan ini harus senantiasa berkoordinasi agar akar permasalahan dapat diidentifikasi dan solusi yang diambil lebih tepat sasaran.

Pesan Penutup: Membangun Jiwa Wirausaha dari Agroteknologi

Sebagai penutup, Dr. Arifin mengajukan pertanyaan reflektif kepada peserta, “Siapa yang ingin menjadi wirausahawan?” beliau menegaskan bahwa karakteristik wirausahawan sejati terletak pada keberanian untuk berpikir di luar kebiasaan, memiliki ide unik, serta keuletan dalam mengembangkan usaha, sekecil apa pun skalanya.
Beliau juga mendorong generasi muda untuk melihat peluang dari berbagai niche dalam sektor agroteknologi dan menumbuhkan pola pikir untuk menciptakan lapangan kerja sendiri.

Kegiatan ini selaras dengan komitmen Fakultas Teknologi Pertanian UGM dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya:

  • SDG 2 – Zero Hunger, melalui penguatan rantai nilai komoditas kakao yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan petani;

  • SDG 8 – Decent Work and Economic Growth, dengan mendorong kewirausahaan muda dan pengembangan UMKM berbasis agroteknologi;

  • SDG 9 – Industry, Innovation, and Infrastructure, melalui pengembangan teknologi pengolahan kakao yang inovatif dan berdaya saing global; serta

  • SDG 12 – Responsible Consumption and Production, dengan mengedepankan produksi cokelat yang efisien, ramah lingkungan, dan berbasis sumber daya lokal.

Melalui kegiatan ini, Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem FTP UGM mempertegas perannya dalam menjembatani kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan pelaku industri untuk mewujudkan sistem pertanian dan agroindustri yang berkelanjutan, inovatif, dan inklusif.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses