Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem (DTPB) Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM menggelar lokakarya dalam rangka implementasi Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM) tahun 2022. Lokakarya yang dilaksanakan hari Rabu, 23 November 2022 ini merupakan kelanjutan dari Lokakarya seri pertama dan seri kedua yang telah berlangsung sebelumnya dan diikuti oleh para mitra, petani, akademisi, pemerintah, swasta, dan masyarakat penggiat kakao-cokelat. Pada seri ketiga ini, tema yang diangkat adalah “Tantangan Terkini dan Peran Sinergi Pentahelix Dalam Membangun Agroindustri Berbasis Kakao”. Narasumber pada lokakarya ini adalah Gento Widayanto, S.Sos., MM., dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian RI, Ir. Claudia Delbaere General Manager dari Ghent University, Belgium, Dr. Soetanto Abdoellah dari Dewan Kakao Indonesia, dan Arifin Dwi Saputro, Ph.D. dari DTPB. Lokakarya yang diselenggarakan secara bauran secara daring dan luring di University Club (UC) UGM ini dipandu oleh moderator Hanim Zuhrotul Amanah, STP., M.Sc., Ph.D, dosen dan peneliti DTPB.
Mengawali lokakarya, ketua panitia, Chandra Setyawan Ph.D. melaporkan bahwa lokakarya ini mengundang peserta dari instansi pemerintah, akademisi termasuk mahasiswa, UMKM, praktisi, maupun petani. Chandra Setyawan Ph.D.menyampaikan tujuan bahwa lokakarya untuk membahas lebih dalam solusi pada permasalahan yang telah diidentifikasi pada dua lokakarya sebelumnya.
Selanjutnya Sekretaris DTPB Arifin Dwi Saputro, Ph.D. menyampaikan sambutan mewakili Ketua Departemen. Arifin Dwi Saputro, Ph.D. menyampaikan penelitian tentang kakao sudah dilakukan di Fakultas Teknologi Pertanian UGM sejak lama dan menjadi intensif sejak didirikan Cacao Teaching Industry UGM. Dalam 2 tahun terakhir DTPB menerima hibah PKKM banyak aktvitas yang dilakukan terkait smart technology pada Kakao – Cokelat terutama yang mendukung aktivitas pembelajaran. Arifin Dwi Saputro, Ph.D. mengakhiri sambutannya dengan harapan pada lokakarya ketiga ini tidak hanya permasalahan teknis yang dibahas dari dua lokakarya sebelumnya namun juga koordinasi dan kebijakan terkait kakao – cokelat.
Dalam sambutan berikutnya, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Prof. Dr. Eni Harmayani mengucapkan terimakaih kepada para narasumber dan apresiasi kepada DTPB atas terselenggaranya lokakarya. Dengan lokakarya ini diharapkan FTP akan menjadi hub bagi berbagai stakeholder dalam menghadapi tantangan ke depan untuk kakao sebagai salah satu komoditas unggulan perkebunan seperti daya saing rendah, kualitas sumberdaya manusia, produktivitas, kualitas kakao, dan pengembangan produk hilir menjadi produk bernilai tambah tinggi.
Narasumber yang pertama adalah Gento Widayanto, S.Sos., MM., Koordinator Tanaman Penyegar, Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar yang mewakili Direktur Jenderal Perkebunan, Kementrian Pertanian. Kebijakan Pengembangan Kakao Nasional dalam Mendukung Agroindustri Berbasis Kakao. Gento Widayanto, S.Sos., MM. mengawali presentasi dengan menyampaikan statistik kakao di Indonesia yang lebih dari 90% merupakan perkebunan rakyat namun luas lahan kakao cenderung turun dalam 10 tahun terakhir. Untuk perdagangan luar negeri ekspor kakao dan turunannya cenderung stabil sedangkan impornya cenderung naik. Strategi pengembangan komoditas kakao yang menjadi kebijakan pemerintah adalah peningkatan produksi dan produktivitas berbasis kawasan, peningkatan nilai tambah dan daya saing, perbaikan panen dan pasca panen, peningkatan kemampuan SDM, serta pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha.
Ir. Claudia Delbaere, Manager CacaoLab, Ghent University, Belgium yang menjadi narasumber kedua dengan menyampaikan materi “How to produce high quality chocolate, impact of raw materials and processing method”. Belgia tidak memiliki pohon kakao karena iklim yang tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman kakao namun memproduksi cokelat dengan kualitas terbaik karena menguasai proses pengolahankakao menjadi cokelat. Ir. Claudia Delbaere menyampaikan pesan untuk meningkatkan kualitas cokelat Indonesia. Pertama, perlu peningkatan kualitas petani dengan peningkatan pendidikan dan peningkatan pendapatan agar petani tertantang melakukan perbaikan produktivitas. Kedua, cokelat yang berkualitas diperoleh dari fermentasi yang sempurna. Ketiga, harga biji kakao terfermentasi harus lebih baik daripada yang tidak difermentasi.
Pembicara ketiga Dr. Soetanto Abdullah dari Dewan Kakao Indonesia menyampaikan paparan berjudul “Tantangan dan Potensi Terkini Produksi Bahan Baku, Pengolahan, dan Pemasaran Produk Berbasis Kakao di Indonesia.” Dari catatan Dewan Kakao, lebih dari 90% biji kakao yang dipasarkan Indonesia adalah biji regular tanpa fermentasi sehingga berkualitas rendah. Dampak dari kualitas rendah adalah harga biji kakao Indonesia di perdagangan internasional juga rendah. Kualitas biji kakao dapat ditingkatkan dengan meningkatkan SDM pengolah biji kakao. Peningkatan kualitas biji kakao juga diupayakan dengaan terus mensosialisasikan Good Handling Practices (GHP), Good Agricultural Practices (GAP), dan Good Manufacturing Practices (GMP). Dalam dunia perdagangan kakao internasional akhir-akhir ini berkembang berbagai issue seperti cemaran mikotoksin dan residu pestisida.
Pembicara terakhir, Arifin Dwi Saputro, Ph.D. yang merupakan dosen DTPB dan pendamping dan konsultan UMKM Cokelat, menyampaikan paparan dengan judul “Pengembangan Pusat Industri Pertanian Berbasis Teknologi Smart pada Industri Cokelat Sehat Cocoa Bean to Bar untuk Menguatkan Pembelajaran Inovatif untuk Membentuk SDM Bertalenta Digital.” Paparan ini menjelaskan upaya yang telah dilakukan DTPB dan UGM umumnya terkait kakao-cokelat sebagai bagian kontribusi akademisi pada penelitian dan pengembangan.
[:en]
Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem (DTPB) Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM menggelar lokakarya dalam rangka implementasi Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM) tahun 2022. Lokakarya yang dilaksanakan hari Rabu, 23 November 2022 ini merupakan kelanjutan dari Lokakarya seri pertama dan seri kedua yang telah berlangsung sebelumnya dan diikuti oleh para mitra, petani, akademisi, pemerintah, swasta, dan masyarakat penggiat kakao-cokelat. Pada seri ketiga ini, tema yang diangkat adalah “Tantangan Terkini dan Peran Sinergi Pentahelix Dalam Membangun Agroindustri Berbasis Kakao”. Narasumber pada lokakarya ini adalah Gento Widayanto, S.Sos., MM., dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian RI, Ir. Claudia Delbaere General Manager dari Ghent University, Belgium, Dr. Soetanto Abdoellah dari Dewan Kakao Indonesia, dan Arifin Dwi Saputro, Ph.D. dari DTPB. Lokakarya yang diselenggarakan secara bauran secara daring dan luring di University Club (UC) UGM ini dipandu oleh moderator Hanim Zuhrotul Amanah, STP., M.Sc., Ph.D, dosen dan peneliti DTPB.
Mengawali lokakarya, ketua panitia, Chandra Setyawan Ph.D. melaporkan bahwa lokakarya ini mengundang peserta dari instansi pemerintah, akademisi termasuk mahasiswa, UMKM, praktisi, maupun petani. Chandra Setyawan Ph.D.menyampaikan tujuan bahwa lokakarya untuk membahas lebih dalam solusi pada permasalahan yang telah diidentifikasi pada dua lokakarya sebelumnya.
Selanjutnya Sekretaris DTPB Arifin Dwi Saputro, Ph.D. menyampaikan sambutan mewakili Ketua Departemen. Arifin Dwi Saputro, Ph.D. menyampaikan penelitian tentang kakao sudah dilakukan di Fakultas Teknologi Pertanian UGM sejak lama dan menjadi intensif sejak didirikan Cacao Teaching Industry UGM. Dalam 2 tahun terakhir DTPB menerima hibah PKKM banyak aktvitas yang dilakukan terkait smart technology pada Kakao – Cokelat terutama yang mendukung aktivitas pembelajaran. Arifin Dwi Saputro, Ph.D. mengakhiri sambutannya dengan harapan pada lokakarya ketiga ini tidak hanya permasalahan teknis yang dibahas dari dua lokakarya sebelumnya namun juga koordinasi dan kebijakan terkait kakao – cokelat.
Dalam sambutan berikutnya, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Prof. Dr. Eni Harmayani mengucapkan terimakaih kepada para narasumber dan apresiasi kepada DTPB atas terselenggaranya lokakarya. Dengan lokakarya ini diharapkan FTP akan menjadi hub bagi berbagai stakeholder dalam menghadapi tantangan ke depan untuk kakao sebagai salah satu komoditas unggulan perkebunan seperti daya saing rendah, kualitas sumberdaya manusia, produktivitas, kualitas kakao, dan pengembangan produk hilir menjadi produk bernilai tambah tinggi.
Narasumber yang pertama adalah Gento Widayanto, S.Sos., MM., Koordinator Tanaman Penyegar, Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar yang mewakili Direktur Jenderal Perkebunan, Kementrian Pertanian. Kebijakan Pengembangan Kakao Nasional dalam Mendukung Agroindustri Berbasis Kakao. Gento Widayanto, S.Sos., MM. mengawali presentasi dengan menyampaikan statistik kakao di Indonesia yang lebih dari 90% merupakan perkebunan rakyat namun luas lahan kakao cenderung turun dalam 10 tahun terakhir. Untuk perdagangan luar negeri ekspor kakao dan turunannya cenderung stabil sedangkan impornya cenderung naik. Strategi pengembangan komoditas kakao yang menjadi kebijakan pemerintah adalah peningkatan produksi dan produktivitas berbasis kawasan, peningkatan nilai tambah dan daya saing, perbaikan panen dan pasca panen, peningkatan kemampuan SDM, serta pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha.
Ir. Claudia Delbaere, Manager CacaoLab, Ghent University, Belgium yang menjadi narasumber kedua dengan menyampaikan materi “How to produce high quality chocolate, impact of raw materials and processing method”. Belgia tidak memiliki pohon kakao karena iklim yang tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman kakao namun memproduksi cokelat dengan kualitas terbaik karena menguasai proses pengolahankakao menjadi cokelat. Ir. Claudia Delbaere menyampaikan pesan untuk meningkatkan kualitas cokelat Indonesia. Pertama, perlu peningkatan kualitas petani dengan peningkatan pendidikan dan peningkatan pendapatan agar petani tertantang melakukan perbaikan produktivitas. Kedua, cokelat yang berkualitas diperoleh dari fermentasi yang sempurna. Ketiga, harga biji kakao terfermentasi harus lebih baik daripada yang tidak difermentasi.
Pembicara ketiga Dr. Soetanto Abdullah dari Dewan Kakao Indonesia menyampaikan paparan berjudul “Tantangan dan Potensi Terkini Produksi Bahan Baku, Pengolahan, dan Pemasaran Produk Berbasis Kakao di Indonesia.” Dari catatan Dewan Kakao, lebih dari 90% biji kakao yang dipasarkan Indonesia adalah biji regular tanpa fermentasi sehingga berkualitas rendah. Dampak dari kualitas rendah adalah harga biji kakao Indonesia di perdagangan internasional juga rendah. Kualitas biji kakao dapat ditingkatkan dengan meningkatkan SDM pengolah biji kakao. Peningkatan kualitas biji kakao juga diupayakan dengaan terus mensosialisasikan Good Handling Practices (GHP), Good Agricultural Practices (GAP), dan Good Manufacturing Practices (GMP). Dalam dunia perdagangan kakao internasional akhir-akhir ini berkembang berbagai issue seperti cemaran mikotoksin dan residu pestisida.
Pembicara terakhir, Arifin Dwi Saputro, Ph.D. yang merupakan dosen DTPB dan pendamping dan konsultan UMKM Cokelat, menyampaikan paparan dengan judul “Pengembangan Pusat Industri Pertanian Berbasis Teknologi Smart pada Industri Cokelat Sehat Cocoa Bean to Bar untuk Menguatkan Pembelajaran Inovatif untuk Membentuk SDM Bertalenta Digital.” Paparan ini menjelaskan upaya yang telah dilakukan DTPB dan UGM umumnya terkait kakao-cokelat sebagai bagian kontribusi akademisi pada penelitian dan pengembangan.
[:]