[:id][Banjarnegara, 26 Mei 2019] Gerimis, udara dingin, lapar, haus, ngantuk tidak menyurutkan semangat warga untuk belajar tentang bencana dan pertanian. Kaum ibu, anak, dan pemuda berkumpul di masjid dusun Tamansari desa Leksana – Karangkobar pada Minggu sore, 26 Mei 2019.
Grup hadroh pemuda berkumandang, meningkatkan aliran darah makhluk-Nya untuk mensyukuri atas nikmat yang telah diberikan.
Aliran darah inipun makin meningkat, setelah dinding masjid berubah menjadi layar televisi besar tempat untuk pemutaran film “Orang Serayu”. Seratus sepuluh pasang mata mengarah pada dinding tersebut, sembari sesekali tertawa lepas karena artis film adalah diri mereka.
Tiga puluh delapan menit kemudian, ustadz muda, Ust. Hasan, menyapa jamaah masjid dengan logat ngapak gaya Banjarnegara. Ajakan untuk menjaga lingkungan diserukan Ust. Hasan dengan sesekali membacakan ayat Al-Quran yang menyerukan manusia untuk menjaga alam seperti dikisahkan “Orang Serayu”
Video “Orang Serayu”
Dr. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si dan M. Chrisna Satriagasa, S.Si., M.Sc., M.Ec.Dev. duduk di antara jamaah. Mereka adalah dosen Fakultas Kehutanan UGM. Sedangkan Dr. Ngadisih, STP., M.Sc, dosen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian UGM, membantu ibu-ibu mempersiapkan sajian buka puasa. Inilah sekilas suasana kegiatan pengabdian masyarakat UGM di dusun Tamansari. Dr, Hatma, ketua kegiatan menegaskan tentang bahwa bulan Ramadhan pun tetap bisa dimanfaatkan untuk melakukan edukasi dan sosialisasi ke mayarakat. Edukasi tentang peran penting masyarakat dalam mendukung konservasi DAS (Daerah Aliran Sungai) Serayu hulu. Metode edukasi tergantung kondisi sosial budaya dan waktu. Bulan suci Ramadhan digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam mendidik masyarakat Tamansari. Ibu adalah pemegang peran penting dalam pendidikan keluarga. Anak-anak dan pemuda adalah generasi penerima atas usaha orang tua dalam melestarikan lingkungan.
Film dokumenter “Orang Serayu” diproduksi pada program EfSD 2018. Kisah mengenai dua kehidupan warga: 1) intensif mengolah lahan pertaniannya untuk budidaya kentang, dan 2) menggunakan kearifan lokal, agroforestry. Produksi dan pelaku peran film adalah petani di dusun Penanggungan – Wanayasa dan dusun Tamansari-Karangkobar. Dr. Ngadisih menjelaskan bahwa pertanian kentang di hulu DAS Serayu berekspansi ke daerah tengah, karena kesuburan tanahnya berkurang akibat erosi dan cemaran pestisida. Dr. Hatma menuturkan bahwa desa Leksana sebagai border/baris terdepan yang mengalami dampak ekspansi pertanian intensif kentang. Kearifan lokal masyarakat dalam mengelola lahan pertanian perlu dipertahankan. Sektor peternakan dan pengolahan hasil pertanian perlu dioptimalkan untuk meminimalkan usikan manusia terhadap lahan namun tetap dapat meningkatkan ekonomi rumah tangga petani.
Program EfSD 2018 sukses dengan teknologi biogas di Tamansari (dikembangkan oleh Dr. Joko Nugroho, M.Eng). Masyarakat merasakan manfaatnya yang berupa energi untuk memasak, lingkungan kandang/rumah lebih sehat, dan pupuk organik. Satu unit biogas yang dipasang di rumah ketua RT telah berhasil memancing 4 rumah tangga petani. Mereka berswadaya membuat biogas dengan bahan yang tersedia di lokasi setempat: plastik dan drum. Program EfSD 2019 ditargetkan pada peningkatan ketrampilan petani dalam mengolah hasil pertanian seperti kopi, tepung pisang dan ubi ungu, dengan melibatkan dosen dan mahasiswa dari Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem FTP UGM. Pendidikan lingkungan dan kebencanaan terus dilakukan dengan melibatkan dosen dan mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM. Inilah sinergi fakultas dalam program pengabdian EfSD di Banjarnegara.
Kontributor : Ngadisih[:en][Banjarnegara, 26 Mei 2019] Gerimis, udara dingin, lapar, haus, ngantuk tidak menyurutkan semangat warga untuk belajar tentang bencana dan pertanian. Kaum ibu, anak, dan pemuda berkumpul di masjid dusun Tamansari desa Leksana – Karangkobar pada Minggu sore, 26 Mei 2019.
Grup hadroh pemuda berkumandang, meningkatkan aliran darah makhluk-Nya untuk mensyukuri atas nikmat yang telah diberikan.
Suasana pengajianAliran darah inipun makin meningkat, setelah dinding masjid berubah menjadi layar televisi besar tempat untuk pemutaran film “Orang Serayu”. Seratus sepuluh pasang mata mengarah pada dinding tersebut, sembari sesekali tertawa lepas karena artis film ada diri mereka.
Tiga puluh delapan menit kemudian, ustadz muda, Ust. Hasan, menyapa jamaah masjid dengan logat ngapak gaya Banjarnegara. Ajakan untuk menjaga lingkungan diserukan Ust. Hasan dengan sesekali membacakan ayat Al-Quran yang menyerukan manusia untuk menjaga alam seperti dikisahkan “Orang Serayu”
Video “Orang Serayu”
Dr. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si dan M. Chrisna Satriagasa, S.Si., M.Sc., M.Ec.Dev. duduk di antara jamaah. Mereka adalah dosen Fakultas Kehutanan UGM. Sedangkan Dr. Ngadisih, STP., M.Sc, dosen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian UGM, membantu ibu-ibu mempersiapkan sajian buka puasa. Inilah sekilas suasana kegiatan pengabdian masyarakat UGM di dusun Tamansari. Dr, Hatma, ketua kegiatan menegaskan tentang bahwa bulan Ramadhan pun tetap bisa dimanfaatkan untuk melakukan edukasi dan sosialisasi ke mayarakat. Edukasi tentang peran penting masyarakat dalam mendukung konservasi DAS (Daerah Aliran Sungai) Serayu hulu. Metode edukasi tergantung kondisi sosial budaya dan waktu. Bulan suci Ramadhan digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam mendidik masyarakat Tamansari. Ibu adalah pemegang peran penting dalam pendidikan keluarga. Anak-anak dan pemuda adalah generasi penerima atas usaha orang tua dalam melestarikan lingkungan.
Film dokumenter “Orang Serayu” diproduksi pada program EfSD 2018. Kisah mengenai dua kehidupan warga: 1) intensif mengolah lahan pertaniannya untuk budidaya kentang, dan 2) menggunakan kearifan lokal, agroforestry. Produksi dan pelaku peran film adalah petani di dusun Penanggungan – Wanayasa dan dusun Tamansari-Karangkobar. Dr. Ngadisih menjelaskan bahwa pertanian kentang di hulu DAS Serayu berekspansi ke daerah tengah, karena kesuburan tanahnya berkurang akibat erosi dan cemaran pestisida. Dr. Hatma menuturkan bahwa desa Leksana sebagai border/baris terdepan yang mengalami dampak ekspansi pertanian intensif kentang. Kearifan lokal masyarakat dalam mengelola lahan pertanian perlu dipertahankan. Sektor peternakan dan pengolahan hasil pertanian perlu dioptimalkan untuk meminimalkan usikan manusia terhadap lahan namun tetap dapat meningkatkan ekonomi rumah tangga petani.
Program EfSD 2018 sukses dengan teknologi biogas di Tamansari (dikembangkan oleh Dr. Joko Nugroho, M.Eng). Masyarakat merasakan manfaatnya yang berupa energi untuk memasak, lingkungan kandang/rumah lebih sehat, dan pupuk organik. Satu unit biogas yang dipasang di rumah ketua RT telah berhasil memancing 4 rumah tangga petani. Mereka berswadaya membuat biogas dengan bahan yang tersedia di lokasi setempat: plastik dan drum. Program EfSD 2019 ditargetkan pada peningkatan ketrampilan petani dalam mengolah hasil pertanian seperti kopi, tepung pisang dan ubi ungu, dengan melibatkan dosen dan mahasiswa dari Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem FTP UGM. Pendidikan lingkungan dan kebencanaan terus dilakukan dengan melibatkan dosen dan mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM. Inilah sinergi fakultas dalam program pengabdian EfSD di Banjarnegara.
Kontributor : Ngadisih
[:]